## Bahaya Roblox dan Peran Orang Tua dalam Mengawasi Aktivitas Anak di Dunia Digital
Baru-baru ini, game online Roblox menjadi sorotan publik dan memicu perdebatan hangat. Munculnya wacana pemblokiran game tersebut di Indonesia dikarenakan kekhawatiran akan konten kekerasan yang dinilai cukup tinggi dan berpotensi berdampak negatif pada perkembangan anak-anak. Fenomena ini semakin mengkhawatirkan mengingat semakin banyak anak-anak yang menghabiskan waktu berjam-jam di depan gadget, tenggelam dalam dunia virtual yang ditawarkan Roblox dan game online serupa. Permasalahan ini mendesak peran aktif orang tua dalam mengawasi aktivitas digital buah hati mereka.
Dr. Kanya Ayu Paramastri, SpA, spesialis anak, menekankan pentingnya peran orang tua dalam menyaring konten yang dikonsumsi anak-anak, baik berupa game seperti Roblox maupun konten multimedia lainnya. Dalam tahap perkembangan anak, orang tua memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk memastikan anak-anak terhindar dari paparan konten yang tidak sesuai usia dan dapat membahayakan tumbuh kembang mereka. “Sebagai orang tua yang bijak, membatasi akses anak terhadap konten digital menjadi sangat penting,” tegas dr. Kanya dalam wawancara eksklusif dengan detikcom pada Kamis, 7 Agustus 2025. “Kita harus menyaring input yang masuk ke otak anak agar hanya informasi dan hiburan yang bermanfaatlah yang mereka terima.”
Dr. Kanya menambahkan pentingnya pendampingan orang tua hingga anak mencapai usia 18 tahun, mengingat belum matangnya aspek psikologis dan mental anak pada usia tersebut. “Sampai usia 18 tahun, anak-anak masih memerlukan bimbingan dan pengawasan orang tua dalam menentukan apa yang mereka tonton dan mainkan,” jelasnya. Konten game yang mengandung kekerasan, kata-kata kasar, dan unsur negatif lainnya dapat berdampak buruk pada perkembangan anak. Paparan berkelanjutan terhadap konten tersebut dapat menumpulkan sensitivitas anak terhadap hal-hal yang seharusnya dianggap tabu, membuat anak menganggap kekerasan sebagai hal yang biasa dan dapat ditiru.
Pada usia sekolah dasar (SD), anak-anak berada dalam fase perkembangan di mana mereka cenderung meniru apa yang dilihat dan didengar. “Anak-anak usia SD masih dalam tahap *duplicating*, meniru apa pun yang mereka lihat di lingkungan sekitar, termasuk di dunia digital,” ujar dr. Kanya. “Oleh karena itu, pendampingan dan pengawasan orang tua sangat krusial untuk melindungi anak dari pengaruh negatif game online seperti Roblox.”
Kesimpulannya, perdebatan seputar pemblokiran Roblox menyoroti peran vital orang tua dalam menjaga keseimbangan antara teknologi dan perkembangan anak. Bukan sekadar membatasi akses, namun lebih kepada pendampingan dan edukasi yang bijak agar anak dapat menggunakan teknologi dengan bertanggung jawab dan terhindar dari dampak negatif konten yang merugikan. Orang tua perlu proaktif dalam memahami jenis game yang dimainkan anak, membatasi waktu bermain, dan mendiskusikan konten yang diakses anak untuk memastikan mereka tumbuh dan berkembang dengan sehat di era digital yang penuh tantangan. Semoga wacana pemblokiran ini juga dapat menjadi pengingat bagi semua pihak untuk bersama-sama menciptakan lingkungan digital yang lebih aman dan kondusif bagi anak-anak Indonesia.