Korupsi merupakan salah satu tantangan terbesar dalam pembangunan suatu negara. Ia melanjutkan bias victimisation survey, atau survei korban kejahatan, akan besar jika responden ditanya apakah mereka korban dari korupsi. Apalagi korupsi tidak hanya terjadi di sektor pemerintahan, tetapi juga telah menjadi praktik yang dianggap biasa dalam dunia usaha,” jelasnya pada kegiatan BersemIE atau Belajar Bersama Ilmu Ekonomi, Kamis (13/2), di Gedung Pertamina Tower FEB UGM.
Rimawan menjelaskan, sejak 2012 CPI Indonesia diukur dengan tujuh indikator utama, namun di tahun 2024 TII kembali memasukkan indikator dari World Economic Forum (WEF) yang sebelumnya tidak digunakan dalam penghitungan indeks tahun 2022 dan 2023. Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55281
E: info@ugm.ac.id | P: +62(274)588688 | F: +62(274)565223 | WA: +628112869988
Aksesibilitas. Inilah yang menyebabkan mengukur tingkat korupsi tidaklah mudah,” ujar Rimawan. Jika menggunakan metode yang konsisten dengan tahun sebelumnya, skor CPI 2024 seharusnya tetap di angka 34 atau 35, yang menunjukkan bahwa tidak ada perubahan signifikan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Ia lalu menjelaskan beberapa rekomendasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan CPI Indonesia secara signifikan. Pertama adalah lemahnya reformasi kelembagaan. Kualitas kelembagaan yang jelek menjadi hambatan dalam upaya pencegahan dan penindakan korupsi. “Reformasi kelembagaan dan komitmen kuat dari semua pihak, termasuk pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil, sangat dibutuhkan untuk menciptakan Indonesia yang lebih bersih dan transparan,” pungkasnya.
Berbeda dengan kejahatan lain yang bisa dilaporkan langsung oleh korban, korupsi sering kali melibatkan pihak-pihak yang sama-sama diuntungkan dalam praktiknya. Hasilnya, CPI Indonesia naik tiga poin menjadi 37 dibandingkan tahun 2022 dan 2023. Perubahan kebijakan sering kali dilakukan tanpa mempertimbangkan keberlanjutan reformasi yang telah berjalan sebelumnya.
Selanjutnya adalah penurunan independensi Aparat Penegak Hukum (APH) yang menyebabkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, dan Kepolisian terus mengalami penurunan akibat berbagai kasus yang mencoreng kredibilitas mereka. “Budaya korupsi yang mengakar juga menjadi hambatan, ya. Oleh karena itu, metode pengukuran korupsi mengandalkan berbagai indikator dari lembaga internasional seperti World Economic Forum (WEF), Economist Intelligence Unit (EIU), dan World Justice Project (WJP).
Penulis: Triya Andriyani
Foto: Donnie
Jaga Integritas Gadjah Mada
(Berikan masukan, aspirasi, dan laporkan pelanggaran yang terjadi demi UGM yang berintegritas)
Please contact us for any problem with SIMASTER
(Direktorat Teknologi Informasi Directorate of Information Technology )
*Hari Senin-Jumat, 07.00 – 16.00
Call this number for any emergencies
(Kantor Keamanan, Keselamatan Kerja, Kedaruratan, dan Lingkungan Office of Workplace and Environmental Security and Safety and Emergencies)
Bulaksumur, Caturtunggal, Kec. Di Indonesia, upaya pemberatasan korupsi terus mengalami pasang surut seperti yang tercermin dalam laporan Indeks Persepsi Korupsi atau Corruption Perception Index (CPI) 2024 yang baru-baru ini dirilis oleh Transparency International Indonesia (TII). Hasilnya, CPI Indonesia naik tiga poin menjadi 37 dibandingkan tahun 2022 dan 2023. Selain memperkuat reformasi birokrasi atau good governance dan menjamin independensi APH dari intervensi politik dan kekrusialan kelompok tertentu, meningkatkan partisipasi publik dan dunia usaha dalam pelaporan dan pencegahan korupsi juga perlu dilakukan. Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lain, CPI Indonesia masih tertinggal dari Singapura (83), Malaysia (47), dan Vietnam (42). Indeks ini menjadi alat ukur yang memberikan gambaran mengenai tingkat korupsi yang dirasakan oleh masyarakat dan dunia usaha. Hal ini menandakan bahwa perbaikan sistem hukum, reformasi birokrasi, dan transparansi dalam tata kelola pemerintahan masih menjadi tantangan utama
Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada, Rimawan Pradiptyo, S.E., M.Sc., Ph.D, yang juga menjadi peneliti dan pengamat korupsi ini mengatakan beberapa tantangan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia